Perang seringkali digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang demi kepentingannya sendiri. Golongan yang paling sering di eksploitasi adalah kaum perempuan dan anak-anak. Kaum perempuan sering dijadikan objek pelecehan seksual dan pemerkosaan, sedangkan anak-anak selain sebagai objek pelecehan seksual dan perkosaan ia juga sering dijadikan objek dalam militer. Anak-anak dimiliterisasi, dijadikan serdadu.
Tindakan di atas telah melanggar beberapa aspek legal baik itu hukum nasional (bila negara yang bersangkutan memiliki perundangan yang mengatur hak-hak anak atau telah meratifikasi Konvensi mengenai Hak-hak Anak) maupun internasional (Konvensi Jenewa atau Konvensi Palang Merah dan Konvensi Hak-hak Anak) serta telah merampas hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Anak-anak, seperti halnya orang dewasa, memiliki hak atas hak asasi manusia. Namun karena kerapuhan mereka, biasanya mereka dijadikan objek pemerasan, pelecehan dan perkosaan terhadap hak-haknya. Oleh karenanya hak-hak mereka perlu diperhatikan dan diperlakukan secara khusus walaupun dalam kondisi konflik bersenjata sekalipun.
Bagaimana bentuk pelanggaran tersebut? Mari kita lihat melalui beberapa produk hukum dibawah ini:
KONVENSI MENGENAI HAK-HAK ANAK (CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD)
Konvensi ini dirancang untuk menegakkan dan menjaga hak-hak anak; hak dalam kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk dilindungi dan hak untuk berpartisipasi.
Dalam Konvensi ini diatur bahwa negara yang menjadi peserta penandatanganan Konvensi harus menghormati dan menjamin adanya penghormatan terhadap Hukum Prikemanusiaan Internasional (HPI) mengenai hak-hak anak di saat terjadinya konflik bersenjata (CRC Pasal 38, Ayat 1).
Pelarangan merekrut anak-anak dibawah usia lima belas tahun untuk menjadi anggota militer atau dipersenjatai (CRC Pasal 38, Ayat 3).
Negara harus memastikan adanya perlindungan dan perawatan bagi anak-anak yang menjadi korban konflik bersenjata (CRC Pasal 38, Ayat 4).
KONVENSI-KONVENSI JENEWA TERTANGGAL 12 AGUSTUS 1949 DAN PROTOKOL-PROTOKOL TAMBAHANNYA TAHUN 1977 (THE GENEVA CONVENTIONS OF AUGUST 12 1949 AND PROTOCOLS ADDITIONAL TO THE GENEVA CONVENTIONS OF 12 AUGUST 1949 )
Produk hukum ini dikenal pula dengan Hukum Prikemanusiaan Internasional/ Hukum Humaniter Internasional/ Konvensi Jenewa/ Konvensi Palang Merah. Produk ini khusus membahas perlindungan bagi kelompok-kelompok non-kombatan disaat konflik bersenjata atau perang, di dalamnya juga tercantum mengenai perlindungan terhadap anak-anak yang berada di dalam suatu keadaan yang membahayakan yaitu keadaan perang/ konflik bersenjata atau pendudukan kekuasaan militer.
Konvensi Jenewa terdiri atas empat bagian, yaitu:
Sedangkan Protokol-protokol tambahannya terdiri atas dua bagian, yaitu:
Pihak penguasa pada suatu daerah konflik bersenjata, baik itu penguasa pendudukan maupun penguasa nasional dan lokal wajib membantu kelancaran badan-badan kemanusiaan yang memberikan welas asihnya (perawatan kesehatan dan pendidikan) terhadap anak-anak. Pihak penguasa dilarang melibatkan mereka dalam kesatuan-kesatuan atau organisasi-organisasi yang berada dalam kekuasaannya. Pihak penguasa juga dilarang menghalang-halangi atau meniadakan upaya-upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan pengobatan bagi anak-anak dibawah usia lima belas tahun (KJ IV, Bab III, Seksi III, Psl 50).
Pihak penguasa dilarang memaksa mereka yang berusia di bawah delapan belas tahun untuk terlibat dalam bagian operasi-operasi militer, tidak melatih mereka yang berusia di bawah lima belas tahun (KJ IV, Bab III, Seksi III, Psl 51 dan P I, Bag. IV, Seksi III, Bab II, Psl 77).
Anak-anak harus mendapatkan jaminan khusus dan perlindungan dari penguasa terhadap segala bentuk tindakan pelecehan (P I, Bag. IV, Seksi III, Bab II, Psl 77).
Pihak penguasa dilarang mengungsikan anak-anak (kecuali warga negaranya sendiri) ke negara asing. Larangan ini dikecualikan untuk alasan pengungsian sementara dan demi perawatan kesehatan atau pengobatan bagi anak-anak dan demi alasan keamanan (P I, Bag IV, Seksi III, Bab II, Psl 78 Ayat 1). Anak-anak yang harus diungsikan wajib mendapatkan pendidikan, termasuk didalamnya adalah pendidikan agama yang sesuai dengan agama orang tuanya dan pendidikan susila (P I, Bag IV, Seksi III, Bab II, Psl 78 Ayat 2).
Tindakan di atas telah melanggar beberapa aspek legal baik itu hukum nasional (bila negara yang bersangkutan memiliki perundangan yang mengatur hak-hak anak atau telah meratifikasi Konvensi mengenai Hak-hak Anak) maupun internasional (Konvensi Jenewa atau Konvensi Palang Merah dan Konvensi Hak-hak Anak) serta telah merampas hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Anak-anak, seperti halnya orang dewasa, memiliki hak atas hak asasi manusia. Namun karena kerapuhan mereka, biasanya mereka dijadikan objek pemerasan, pelecehan dan perkosaan terhadap hak-haknya. Oleh karenanya hak-hak mereka perlu diperhatikan dan diperlakukan secara khusus walaupun dalam kondisi konflik bersenjata sekalipun.
Bagaimana bentuk pelanggaran tersebut? Mari kita lihat melalui beberapa produk hukum dibawah ini:
KONVENSI MENGENAI HAK-HAK ANAK (CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD)
Konvensi ini dirancang untuk menegakkan dan menjaga hak-hak anak; hak dalam kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk dilindungi dan hak untuk berpartisipasi.
Dalam Konvensi ini diatur bahwa negara yang menjadi peserta penandatanganan Konvensi harus menghormati dan menjamin adanya penghormatan terhadap Hukum Prikemanusiaan Internasional (HPI) mengenai hak-hak anak di saat terjadinya konflik bersenjata (CRC Pasal 38, Ayat 1).
Pelarangan merekrut anak-anak dibawah usia lima belas tahun untuk menjadi anggota militer atau dipersenjatai (CRC Pasal 38, Ayat 3).
Negara harus memastikan adanya perlindungan dan perawatan bagi anak-anak yang menjadi korban konflik bersenjata (CRC Pasal 38, Ayat 4).
KONVENSI-KONVENSI JENEWA TERTANGGAL 12 AGUSTUS 1949 DAN PROTOKOL-PROTOKOL TAMBAHANNYA TAHUN 1977 (THE GENEVA CONVENTIONS OF AUGUST 12 1949 AND PROTOCOLS ADDITIONAL TO THE GENEVA CONVENTIONS OF 12 AUGUST 1949 )
Produk hukum ini dikenal pula dengan Hukum Prikemanusiaan Internasional/ Hukum Humaniter Internasional/ Konvensi Jenewa/ Konvensi Palang Merah. Produk ini khusus membahas perlindungan bagi kelompok-kelompok non-kombatan disaat konflik bersenjata atau perang, di dalamnya juga tercantum mengenai perlindungan terhadap anak-anak yang berada di dalam suatu keadaan yang membahayakan yaitu keadaan perang/ konflik bersenjata atau pendudukan kekuasaan militer.
Konvensi Jenewa terdiri atas empat bagian, yaitu:
- Konvensi mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang terluka dan sakit di medan pertempuran darat (Konvensi Jenewa I/ KJ I);
- Konvensi mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang terluka, sakit dan korban kapal karam di medan pertempuran laut (Konvensi Jenewa II/ KJ II);
- Konvensi yang berhubungan dengan perlakuan terhadap tawanan perang (Konvensi Jenewa III/ KJ III); dan
- Konvensi yang berhubungan dengan perlindungan terhadap kaum sipil di saat perang (Konvensi Jenewa IV/ KJ IV). Konvensi inilah yang didalamnya memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak di daerah konflik bersenjata.
Sedangkan Protokol-protokol tambahannya terdiri atas dua bagian, yaitu:
- Protokol Tambahan untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, yang berkaitan dengan perlindungan terhadap korban pertikaian bersenjata internasional (Protokol I/ P I)
- Protokol Tambahan untuk Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, yang berkaitan dengan perlindungan terhadap korban pertikaian bersenjata non-internasional (Protokol II/ PII).
Pihak penguasa pada suatu daerah konflik bersenjata, baik itu penguasa pendudukan maupun penguasa nasional dan lokal wajib membantu kelancaran badan-badan kemanusiaan yang memberikan welas asihnya (perawatan kesehatan dan pendidikan) terhadap anak-anak. Pihak penguasa dilarang melibatkan mereka dalam kesatuan-kesatuan atau organisasi-organisasi yang berada dalam kekuasaannya. Pihak penguasa juga dilarang menghalang-halangi atau meniadakan upaya-upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan pengobatan bagi anak-anak dibawah usia lima belas tahun (KJ IV, Bab III, Seksi III, Psl 50).
Pihak penguasa dilarang memaksa mereka yang berusia di bawah delapan belas tahun untuk terlibat dalam bagian operasi-operasi militer, tidak melatih mereka yang berusia di bawah lima belas tahun (KJ IV, Bab III, Seksi III, Psl 51 dan P I, Bag. IV, Seksi III, Bab II, Psl 77).
Anak-anak harus mendapatkan jaminan khusus dan perlindungan dari penguasa terhadap segala bentuk tindakan pelecehan (P I, Bag. IV, Seksi III, Bab II, Psl 77).
Pihak penguasa dilarang mengungsikan anak-anak (kecuali warga negaranya sendiri) ke negara asing. Larangan ini dikecualikan untuk alasan pengungsian sementara dan demi perawatan kesehatan atau pengobatan bagi anak-anak dan demi alasan keamanan (P I, Bag IV, Seksi III, Bab II, Psl 78 Ayat 1). Anak-anak yang harus diungsikan wajib mendapatkan pendidikan, termasuk didalamnya adalah pendidikan agama yang sesuai dengan agama orang tuanya dan pendidikan susila (P I, Bag IV, Seksi III, Bab II, Psl 78 Ayat 2).
0 komentar:
Posting Komentar