SEJARAH PMI PERAN DAN TUGAS PMI SEKILAS KINERJA PMI DARI MASA KE MASA Dasawarsa I 1945 -1954 Dalam peristiwa  pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan), PMI bekerjasama dengan ICRC  melaksanakan pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh Dr. Bahder Djohan  dan BPH Bintara berupa Rumah Sakit terapung di Ambon. Juga diadakan  penyampaian berita keluarga yang hilang/ terpisah serta mengunjungi  tawanan. PMI mulai mengembangkan kegiatn  kepemudaan dengan 7.638 anggota remaja di 29 Cabang PMI. Bekerjasama  dengan Yayasan Kesejahteraan Guru, murid dan anak-anak sepakat membentuk  unit PMR di sekolah-sekolah, penerbitan majalah PMR, korespodensi,  pertukaran album, lomba, pameran lukisan, serta penyelenggaraan  sanatoria (perawatan paru-paru untuk anak-anak). DASAWARSA II 1955 - 1964  Pada peristiwa Aru 15  Januari 1952, yaitu tenggelamnya Kapal Perang RI Macan Tutul, sebanyak  55 orang awak kapal perang tersebut menjadi tawanan Belanda sehingga  atas permintaan Menteri/KSAL, PMI menghubungi ICRC untuk menangani  tawanan tersebut. Berkat usaha Sekjen PBB, pihak Belanda menyetujui  penyerahan awak kapal di Singapura. Ketika  Tim Kesatuan Nasional PMI ke Kalimantan Barat dalam rangka Dwikora (Dwi  Komando Rakyat), telah dikirimkan Tim Kesehatan Nasional untuk membantu  Operasi TUMPAS di Sulawesi Selatan. DASA WARSA III 1965-1975 DASAWARSA IV 1975 -1984 Bencana Alam Transfusi Darah DASAWARSA V 1984 - 1994 Tracing and Mailing RRC-RI Bencana alam Perang Teluk tahun 1991 Uji Saring Darah HIV Temu Karya KSR DASAWARSA VI 1994 - 2004 Banjir Penanggulangan Bencana Konflik CBFA- Tarakan dan Lampung PMI KINI Dalam  rangka menghadapi perkembangan masyarakat Indonesia di masa depan yang  semakin global dalam suasana yang semakin demokratis maka PMI harus  mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder untuk ikut  mengambil peran aktif di dalamnya. A. Visi
Berdirinya  Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum  Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873  Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan  nama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai), yang kemudian  dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Perjuangan untuk  mendirikan Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar tahun 1932.  Kegiatan tersebut dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder Djohan.  Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan  terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut  ke dalam sidang Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya  ditolak mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu disimpan untuk menunggu  kesempatan yang tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan  Jepang, mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah  Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah  Tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu harus kembali  disimpan.
Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17  Agustus 1945, yaitu pada tanggal 3 September 1945, Presiden Soekarno  mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.  Atas perintah Presiden, maka Dr. Buntaran yang saat itu menjabat  sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I, pada tanggal 5  September 1945 membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr R. Mochtar  (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr.  Sitanala (anggota).
Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia  berhasil dibentuk pada 17 September 1945 dan merintis kegiatannya  melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia  dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. Oleh karena  kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan secara Internasional pada tahun  1950 dengan menjadi anggota Palang Merah Internasional dan disahkan  keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan  kemudian diperkuat dengan Keppres No.246 tahun 1963.
Kini  jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi / Tk.I dan 323 cabang  di daerah Tk.II serta dukungan operasional 165 unit Transfusi Darah di  seluruh Indonesia.
Peran  PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama  tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan  Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah  Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.
Tugas Pokok PMI : 
+ Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
+ Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
+ Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
+ Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1980)
Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan Kesemestaan.
Pada  masa perang kemerdekaan RI, peranan PMI yang menonjol adalah di bidang  Pertolongan pertama, Pengungsian, Dapur Umum, pencarian dan pengurusan  repatriasi, bekerjasama dengan ICRC dan Palang Merah Belanda untuk  Romusha, Heiho , Tionghoa; anak-anak Indo Belanda dan 35.000 tawanan  sipil Belanda dan para Hoakian yang kembali ke RRC. Sementara itu  diadakan pula pendidikan untuk para juru rawat yang akan dikirim ke  pos-pos P3K di daerah pertempuran.
Saat itu sudah ada 40 cabang PMI di seluruh Indonesia dan setiap cabang memiliki dua buah Pos P3K sebagai Tim Mobil Collone.
Rumah  Sakit Umum Palang Merah di Bogor yang semula di bawah pengelolaan  Nerkai, pada tahun 1948 disumbangkan kepada PMI Cabang Bogor dengan nama  Rumah Sakit Kedunghalang dan sejak tahun 1951 dikelola menjadi Rumah  Sakit Umum PMI hingga sekarang.
PMI juga mulai menyelenggarakan  kegiatan pelayanan sumbangan darah yang masih terbatas di Jakarta dan  beberapa kota besar seperti Semarang, Medan, Surabaya dan Makasar dengan  nama Dinas Dermawan Darah.
Akibat  Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan Permesta di Sulawesi Utara,  Markas Besar PMI mengirimkan kapal-kapal PMI ke daerah tersebut untuk  menjemput orang-orang asing di sana dan juga mengirimkan 4 tim medis ke  Sumatera serta 6 tim ke Sulawesi Utara.
Setelah Presiden Soekarno  mencetuskan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat  pada tanggal 19 Desember 1961, Pengurus Besar PMI memanggil Kesatuan  Sukarela seluruh Cabang untuk siap siaga. Kemudian terbentuklah Kesatuan  Nasional yang terdiri dari 11 cabang yang telah diseleksi. Sukarelawan  Palang Merah yang ditugaskan sebagai perawat berjumlah 259 orang dan 770  orang sebagai cadangan.
Pada tahun 1963 ketika Gunung  Agung di Bali meletus , PMI bersama Dinkes Angkatan Darat RI membantu  penanggulangan para korban bencana tersebut.
Penerbitan  Surat Keputusan mengenai Peraturan menteri Kesehatan RI No.23 dan  No.024 mengenai pengakuan Pemerintah RI untuk pertamakali terhadap  keberadaan Usaha Transfusi Darah (UTD) PMI.
Dalam peringatan HUT PMI  ke-25 , 17 September 1970 , Pengurus Besar PMI mengeluarkan suatu  medali khusus dan penghargaan kepada perintis-perintis PMI, seperti:  Drs. Moh. Hatta dan Prof. Dr. bahder Johan dan Pengurus PMI  Daerah/Cabang seluruh Indonesia.
Setahun kemudian ,1971 diresmikan  berdirinya suatu DAJR (Dinas Ambulance Jalan Raya) Jakarta - Bandung  sebanyak 7 pos yang dipusatkan di RSU-PMI Bogor. Ambilans yang digunakan  adalah ambulance Falcon yang dilengkapi personil, alat-alat pertolongan  pertama, dan telepon radio.
Kerjasama PMI-ICRC
PMI  mulai berperan di Timor Timur bulan Agustus 1975 sejak mengalirnya  pengungsi Timor Timur ke perbatasan Timor Barat di Atambua. Operasi  kemanusiaan di Dili dimulai bulan Desember 1975 atas permintaan PSTT  (Pemerintah Sementara Timor Timur). Kemudian kelak pada bulan Oktober  tahun 1979 PMI bekerja sama dengan ICRC mulai membuka pos bantuan relief  di 7 Kecamatan terpencil di Timor Timur.
Atas permintaan Pemerintah  RI, PMI didukung UNHCR membentu pengungsi Vietnam di Pulau Galang dalam  bidang kesehatan dan kesejahtraan social, antara lain dengan mendirikan  RS Pulau Galang. PMI juga mengadakan Tracing and Mail Service  bekerjasama dengan ICRC.
Ketika gempa bumi melanda Bali Juli 1976 yang melanda 3 dari 5 kabupaten
PMI  mengerahkan tenaga sukarela, membuka Dapur Umum dan membantu perbaikan  500 buah rumah. Bekerjasama dengan tim medis dari Angkatan Darat,  memberikan pelayanan kesehatan makanan dan obat-obatan.
Di tahun yang sama gempa bumi melanda Kecamayan Kurima dan Okbibab di Kabupaten Jayawijaya dengan kekuatan 6,8 Skala Richter.
PMI juga turun langsung membantu korban bencana Galunggung tahun 1982 selama beberapa bulan
Tahun 1978 Pengurus Pusat memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertamakalinya kepada donor darah sukarela 75 kali.
Ketentuan  tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah dikeluarkan  oleh pemerintah melali Peraturan Pemerintah No.18 th 1980
Setelah  beberapa kali pindah dari Jl.Abdul Muis ke beberapa lokasi, akhirnya  kantor pusat PMI menetap di Jl.Jendral Gatot Subroto Kav.96 yang  diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1985.
Selain  pelayanan Tracing and Mailing Service (TMS) untuk pengungsi di Pulau  Galang, pada tahun 1987 TMS PMI mengurus kunjungan keluarga dari RRC ke  Indonesia yang pertama kalinya sejak hubungan diplomatik kedua negara  itu tahun 1967 terputus.
Di Jakarta, PMI ikut membantu para korban  musibah tabrakan kereta api Bintaro berupa pertolongan P3K, Transfusi  Darah, TMS, serta pemberian pakaian pantas di sejumlah RS di Jakarta  tempat korban dirawat.
PMI  mengerahkan 700 orang KSR/PMR dan 8 tenaga dokter untuk membantu korban  banjir bandang di Semarang Jawa Tengah dan juga ikut membantu korban  Letusan Gunung Kelud Jawa Timur tahun 1990 dengan bantuan pangan dan  obat-obatan senilai Rp.8.583.400,-
Untuk turut menanggulangi bencana  gempa bumi Tsunami di Flores 12 Desember 1992, PMI membentuk Satgas KSR  Serbaguna yang disebut SATGAS MERPATI I.
Dengan  pecahnya Perang Teluk, Pemerintah Indonesia mempercayakan kepada PMI  untuk memimpin pengiriman bantuan masyarakat Indonesia dengan pesawat  khusus ke Jordania, untuk korban Perang Teluk sebanyak dua kali. Bantuan  sandang, pangan, obat-obatan dan peralatan listrik yang diberikan  senilai 249 juta rupiah.
Penyebaran  virus HIV yang semakin meningkat mendorong terbitnya Keputusan Menteri  Kesehatan RI No.622/1992 tentang kewajiban pemeriksaan virus HIV pada  donor darah. Sejalan dengan itu, Depkes RI memberikan bantuan reagensia  untuk pemeriksaan virus HIV kepada PMI yang diperuntukkan bagi segenap  UTDC-PMI.
Pada bulan Juli  1992 diadakan Temu karya dan Lomba KSR Tingkat Nasional di Lombok NTB  diikuti pula oleh peserta dari Singapura, Malaysia, Thailand, Korea  Selatan dan Jepang.
Bencana Alam (Gempa Bumi)
Kembali  pada tahun 1994 ,Pengurus Pusat membentuk Tim SATGAS MERPATI II untuk  membantu korban bencana Gempa Bumi di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di  Banyuwangi-Jawa Timur.
Juga pada tahun 1999, saat propinsi Bengkulu  ditimpa gempa berkekuatan 7,9 skala richter, PMI dengan dukungan  fasilitas Federasi Internasional dan Palang Merah Norwegia mendirikan  rumah sakit lapangan berkapasitas 150 bed menggantikan fungsi rumah  sakit setempat yang rusak di kota itu selama 10 bulan.
Gempa lainnya  berskala 6,5 richter juga menimpa Banggai di Sulawesi Tengah pada bulan  Mei 2002, dan beberapa bulan kemudian pada Juli 2000 gempa terjadi juga  di 24 Kecamatan di Sukabumi dan Bogor.
Akhir  tahun 2000 banjir menimpa wilayah Aceh. Dengan bantuan ICRC di  Lhoksumawe, Tim PMI ikut turun tangan membersihkan jalan-jalan dan  fasilitas sosial lainnya dan memberikan bantuan 4000 paket bantuan alat  kebersihan. Pada periode yang sama, banjir juga melanda Gorontalo  Sulawesi Tengah yang mengakibatkan wilayah tersebut terutama di  Kecamatan Ranoyapo terisolir banjir.
Banjir Lumpur dikuti longsor  juga melanda wilayah Jawa Barat selama beberapa hari pada bulan  Pebruari. Banjir bandang terjadi pula di NTB. 1000 paket bantuan PMI dan  610 petromaks disumbangkan oleh Federasi Internasional melalui PMI.
Awal  Agustus 2001, banjir besar juga telah menghancurkan 8 Kecamatan di  Kabupaten Nias Sumetera Utara. PMI telah mengirimkan obat-obatan dan  bantuan paket keluarga berupa peralatan dapur, kelambu nyamuk, pakaian,  selimut dan gula untuk memenuhi kebutuhan darurat sehari-hari di Nias.
Suatu  konflik vertikal telah berlangsung di Aceh sejak Januari 2000, konflik  horizontal di Poso Sulawesi Tengah pada 23 Mei 2000 dan kerusuhan hebat  di Maluku Utara pada 17 Mei 2001. Di Aceh PMI bekerjasama dengan ICRC  secara intensif melakukan kegiatan evakuasi korban luka dan mayat,  membagikan bantuan pangan, pelayanan kesehatan darurat serta penyampaian  berita keluarga. Sedangkan untuk Poso, PMI berkoordinasi dengan ICRC  menyalurkan bantuan 4000 paket keluarga diikuti bantuan dari RCTI berupa  tikar, sarung, handuk, jerigen, sabun mandi, sabun cuci dan pakaian  yang diperuntukkan kepada 2000 orang. Sedang untuk konflik yang terjadi  di Maluku Utara, kembali PMI bekerjasama dengan ICRC menyalurkan 5.655  paket bantuan keluarga kepada korban disamping pelayanan kesehatan di  Tobelo dan Galela. Bantuan tambahan sebanyak 4500 paket dan 2000 unit  peralatan sekolah dan seragam dari Kedutaan Besar Jepang. Di samping itu  bantuan satu unit kendaraan juga telah dikirim ke Ternate dari Jakarta  untuk membantu operasional teknis lapangan.
Proyek  pengembangan kesehatan berbasis masyarakat (CBFA) telah dimulai di  Kalimantan Timur dan Tengah sejak Juni 2000. Bantuan disponsori oleh  Palang Merah Belanda dengan Fasilitas Federasi Internasional bertujuan  memperbaiki status kesehatan masyarakat di wilayah sasaran.
Karena itu, PMI telah  menetapkan misi dan visi dengan tetap berpegang teguh pada  prinsip-prinsip kepalangmerahan dan digariskan di dalam garis-Garis  Kebijakan PMI 2000 - 2004 :
PMI  diakui secara luas sebagai organisasi kemanusiaan yang mampu menyediakan  pelayanan kepalangmerahan yang efektif dan tepat waktu, terutama kepada  mereka yang paling membutuhkan, dalam semangat kenetralan dan  kemandirian.
B. Misi
+ Bantuan kemanusiaan dalam keadaan darurat
+ Pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat
+ Usaha Kesehatan Transfusi Darah
Organisasi Palang Merah Indonesia
Submit Express Inc.Submit Express - SEO Services


0 komentar:
Posting Komentar